Alhamdulillah,
kita saat ini telah berada di bulan Syawal. Kita juga sudah mengetahui ada
amalan utama di bulan ini yaitu puasa enam hari di bulan Syawal. Apa saja
faedah melaksanakan puasa tersebut? Itulah yang akan aku hadirkan ke
tengah-tengah pembaca pada kesempatan kali ini. Semoga bermanfaat.
Faedah pertama: Puasa
syawal akan menggenapkan ganjaran berpuasa setahun penuh
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barangsiapa
yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia
berpuasa seperti setahun penuh.”
Para ulama mengatakan bahwa
berpuasa seperti setahun penuh asalnya karena setiap kebaikan semisal dengan
sepuluh kebaikan yang semisal. Bulan Ramadhan (puasa sebulan penuh, -pen) sama
dengan (berpuasa) selama sepuluh bulan (30 x 10 = 300 hari = 10 bulan) dan
puasa enam hari di bulan Syawal sama dengan (berpuasa) selama dua bulan (6 x 10
= 60 hari = 2 bulan). Jadi seolah-olah jika seseorang
melaksanakan puasa Syawal dan sebelumnya berpuasa sebulan penuh di bulan
Ramadhan, maka dia seperti melaksanakan puasa setahun penuh. Hal ini dikuatkan
oleh sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam,
مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ (مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا) »
“Barangsiapa
berpuasa enam hari setelah Idul Fitri, maka dia seperti berpuasa setahun penuh.
[Barangsiapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh kebaikan semisal.
Satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan semisal dan inilah balasan
kebaikan yang paling minimal. Inilah
nikmat yang luar biasa yang Allah berikan pada umat Islam.
Cara melaksanakan puasa Syawal
adalah:
1.
Puasanya
dilakukan selama enam hari.
2.
Lebih
utama dilaksanakan sehari setelah Idul Fithri, namun tidak mengapa jika
diakhirkan asalkan masih di bulan Syawal.
3.
Lebih
utama dilakukan secara berurutan namun tidak mengapa jika dilakukan tidak
berurutan.
4.
Usahakan
untuk menunaikan qodho’ puasa terlebih dahulu agar mendapatkan ganjaran puasa
setahun penuh. Dan ingatlah puasa Syawal adalah puasa sunnah sedangkan qodho’
Ramadhan adalah wajib. Sudah semestinya ibadah wajib lebih didahulukan daripada
yang sunnah.
Faedah kedua: Puasa
syawal seperti halnya shalat sunnah rawatib yang dapat menutup kekurangan dan
menyempurnakan ibadah wajib
Yang
dimaksudkan di sini bahwa puasa syawal akan menyempurnakan
kekurangan-kekurangan yang ada pada puasa wajib di bulan Ramadhan sebagaimana
shalat sunnah rawatib yang menyempurnakan ibadah wajib. Amalan sunnah seperti
puasa Syawal nantinya akan menyempurnakan puasa Ramadhan yang seringkali ada
kekurangan di sana-sini. Inilah yang dialami setiap orang dalam puasa Ramadhan,
pasti ada kekurangan yang mesti disempurnakan dengan amalan sunnah.
Faedah ketiga: Melakukan
puasa syawal merupakan tanda diterimanya amalan puasa Ramadhan
Jika
Allah subhanahu
wa ta’ala menerima
amalan seorang hamba, maka Dia akan menunjuki pada amalan sholih selanjutnya.
Jika Allah menerima amalan puasa Ramadhan, maka Dia akan tunjuki untuk
melakukan amalan sholih lainnya, di antaranya puasa enam hari di bulan Syawal. Hal ini
diambil dari perkataan sebagian salaf,
مِنْ ثَوَابِ الحَسَنَةِ الحَسَنَةُ بَعْدَهَا، وَمِنْ جَزَاءِ السَّيِّئَةِ السَّيِّئَةُ بَعْدَهَا
“Di
antara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di antara balasan
kejelekan adalah kejelekan selanjutnya.
Ibnu
Rajab menjelaskan hal di atas dengan perkataan salaf lainnya, ”Balasan
dari amalan kebaikan adalah amalan kebaikan selanjutnya. Barangsiapa
melaksanakan kebaikan lalu dia melanjutkan dengan kebaikan lainnya, maka itu
adalah tanda diterimanya amalan yang pertama. Begitu pula barangsiapa yang
melaksanakan kebaikan lalu malah dilanjutkan dengan amalan kejelekan, maka ini
adalah tanda tertolaknya atau tidak diterimanya amalan kebaikan yang telah
dilakukan.
Renungkanlah! Bagaimana lagi jika
seseorang hanya rajin shalat di bulan Ramadhan (rajin shalat musiman), namun
setelah Ramadhan shalat lima waktu begitu dilalaikan? Pantaskah amalan orang
tersebut di bulan Ramadhan diterima?!
Al
Lajnah Ad Da-imah Lil Buhuts ’Ilmiyyah wal Ifta’ (komisi fatwa Saudi Arabia)
mengatakan, ”Adapun orang yang melakukan puasa Ramadhan dan mengerjakan shalat
hanya di bulan Ramadhan saja, maka orang seperti ini berarti telah melecehkan
agama Allah. (Sebagian salaf mengatakan), “Sejelek-jelek
kaum adalah yang mengenal Allah (rajin ibadah, pen) hanya pada bulan Ramadhan
saja.” Oleh karena itu, tidak sah puasa seseorang yang tidak
melaksanakan shalat di luar bulan Ramadhan. Bahkan orang seperti ini (yang
meninggalkan shalat) dinilai kafir dan telah melakukan kufur akbar, walaupun
orang ini tidak menentang kewajiban shalat. Orang seperti ini tetap dianggap
kafir menurut pendapat ulama yang paling kuat. Hanya Allah yang memberi taufik.
Faedah keempat:
Melaksanakan puasa syawal adalah sebagai bentuk syukur pada Allah
Nikmat apakah yang disyukuri?
Yaitu nikmat ampunan dosa yang begitu banyak di bulan Ramadhan. Bukankah kita
telah ketahui bahwa melalui amalan puasa dan shalat malam selama sebulan penuh
adalah sebab datangnya ampunan Allah, begitu pula dengan amalan menghidupkan
malam lailatul qadr di akhir-akhir bulan Ramadhan?!
Ibnu
Rajab mengatakan, ”Tidak ada nikmat yang lebih
besar dari pengampunan dosa yang Allah anugerahkan. Sampai-sampai
Nabi shallallahu
’alaihi wa sallam pun yang telah diampuni dosa-dosanya yang
telah lalu dan akan datang banyak melakukan shalat malam. Ini semua beliau
lakukan dalam rangka bersyukur atas nikmat pengampunan dosa yang Allah berikan.
Ketika Nabi shallallahu
’alaihi wa sallam ditanya
oleh istri tercinta beliau yaitu ’Aisyah radhiyallahu
’anha mengenai shalat
malam yang banyak beliau lakukan, beliau pun mengatakan,
أَفَلاَ أُحِبُّ أَنْ أَكُونَ عَبْدًا شَكُورًا
”Tidakkah
aku senang menjadi hamba yang bersyukur?
Begitu
pula di antara bentuk syukur karena banyaknya ampunan di bulan Ramadhan, di
penghujung Ramadhan (di hari Idul fithri), kita dianjurkan untuk banyak
berdzikir dengan mengangungkan Allah melalu bacaan takbir ”Allahu Akbar”.
Ingatlah
bahwa rasa syukur haruslah diwujudkan setiap saat dan bukan hanya sekali saja
ketika mendapatkan nikmat. Namun setelah mendapatkan satu nikmat, kita butuh
pada bentuk syukur yang selanjutnya. Ada ba’it sya’ir yang cukup bagus: ”Jika
syukurku pada nikmat Allah adalah suatu nikmat, maka untuk nikmat tersebut
diharuskan untuk bersyukur dengan nikmat yang semisalnya”.
Ibnu
Rajab Al Hambali menjelaskan, ”Setiap nikmat Allah berupa nikmat agama maupun
nikmat dunia pada seorang hamba, semua itu patutlah disyukuri. Kemudian taufik
untuk bersyukur tersebut juga adalah suatu nikmat yang juga patut disyukuri
dengan bentuk syukur yang kedua. Kemudian taufik dari bentuk syukur yang kedua
adalah suatu nikmat yang juga patut disyukuri dengan syukur lainnya. Jadi, rasa
syukur akan ada terus sehingga seorang hamba merasa tidak mampu untuk
mensyukuri setiap nikmat. Ingatlah, syukur yang sebenarnya adalah apabila
seseorang mengetahui bahwa dirinya tidak mampu untuk bersyukur (secara
sempurna).
Faedah kelima:
Melaksanakan puasa syawal menandakan bahwa ibadahnya kontinu dan bukan musiman
saja
Amalan yang seseorang lakukan di
bulan Ramadhan tidaklah berhenti setelah Ramadhan itu berakhir. Amalan tersebut
seharusnya berlangsung terus selama seorang hamba masih menarik nafas
kehidupan.
Sebagian manusia begitu
bergembira dengan berakhirnya bulan Ramadhan karena mereka merasa berat ketika
berpuasa dan merasa bosan ketika menjalaninya. Siapa yang memiliki perasaan
semacam ini, maka dia terlihat tidak akan bersegera melaksanakan puasa lagi
setelah Ramadhan karena kepenatan yang ia alami. Jadi, apabila seseorang segera
melaksanakan puasa setelah hari ’ied, maka itu merupakan tanda bahwa ia begitu
semangat untuk melaksanakan puasa, tidak merasa berat dan tidak ada rasa benci.
Ada sebagian orang yang hanya
rajin ibadah dan shalat malam di bulan Ramadhan saja, lantas dikatakan kepada
mereka,
“Sejelek-jelek
orang adalah yang hanya rajin ibadah di bulan Ramadhan saja. Sesungguhnya orang
yang sholih adalah orang yang rajin ibadah dan rajin shalat malam sepanjang
tahun”. Ibadah bukan hanya di bulan Ramadhan, Rajab atau Sya’ban
saja.
Asy
Syibliy pernah ditanya, ”Bulan manakah yang lebih utama, Rajab ataukah
Sya’ban?” Beliau pun menjawab, ”Jadilah Rabbaniyyin dan janganlah menjadi
Sya’baniyyin.” Maksudnya adalah jadilah hamba Rabbaniy yang rajin ibadah di
setiap bulan sepanjang tahun dan bukan hanya di bulan Sya’ban saja. Kami kami
juga dapat mengatakan, ”Jadilah Rabbaniyyin dan
janganlah menjadi Romadhoniyyin.” Maksudnya, beribadahlah secara
kontinu (ajeg) sepanjang tahun dan jangan hanya di bulan Ramadhan saja. Semoga
Allah memberi taufik.
’Alqomah
pernah bertanya pada Ummul Mukminin ’Aisyah mengenai amalan Rasulullah shallallahu
’alaihi wa sallam, ”Apakah beliau mengkhususkan hari-hari tertentu
untuk beramal?” ’Aisyah menjawab,
لاَ. كَانَ عَمَلُهُ دِيمَةً
”Beliau
tidak mengkhususkan waktu tertentu untuk beramal. Amalan beliau adalah amalan
yang kontinu (ajeg).”
Amalan seorang mukmin barulah
berakhir ketika ajal menjemput. Al Hasan Al Bashri mengatakan, ”Sesungguhnya
Allah Ta’ala tidaklah menjadikan ajal (waktu akhir) untuk amalan seorang mukmin
selain kematian.” Lalu Al Hasan membaca firman Allah,
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
”Dan
sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu al yaqin (yakni ajal).”
(QS. Al Hijr: 99). Ibnu ’Abbas, Mujahid dan mayoritas
ulama mengatakan bahwa ”al yaqin” adalah kematian. Dinamakan demikian
karena kematian itu sesuatu yang diyakini pasti terjadi. Az Zujaaj mengatakan
bahwa makna ayat ini adalah sembahlah Allah selamanya. Ahli tafsir lainnya
mengatakan, makna ayat tersebut adalah perintah untuk beribadah kepada Allah
selamanya, sepanjang hidup.
Hanya Allah yang memberi taufik.
Semoga Allah menerima amalan kita semua di bulan Ramadhan dan memudahkan kita
untuk menyempurnakannya dengan melakukan puasa Syawal.
Segala
puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
No comments:
Post a Comment